The Song of Lullaby, Dia si Putri Kecil  

Diposting oleh andira

The Song of Lullaby
Oleh : Candra Kirana
-diangkat dari lagu Lullaby oleh Gita Gutawa-

-Dia si Putri Kecil-


Mentari telah kembali ke peraduan. Langit mulai gelap dan sinarnya pun telah pudar. Digantikan dengan kelap-kelip bintang dan senyuman hangat sang bulan. Angin malam mulai berhembus. Menyusuri jalan-jalan desa yang mulai sepi. Lampu-lampu berpijar, terangi desa kecil itu dengan sinarnya. Orang-orang telah kembali menuju istana mereka untuk mencari kehangatan di tengah malam yang dingin. Anak-anak pun bersiap beranjak ke tempat tidurnya. Bersiap tuk jelajahi dunia mimpi yang luas tak terkira. Bersiap menuju dunia kecilnya.

Gadis itu duduk termenung di depan cermin besar di kamarnya. Ruangan itu dipenuhi berbagai boneka dan lukisan-lukisan goresan tangan kecilnya. Bernuansa biru laut dan memiliki satu jendela putih besar di seberang tempat tidur. Jendela itu dihiasi dengan bintang-bintang dan tirai biru langit. Tepat di samping jendela terdapat sebuah pintu kaca yang juga dihiasi dengan tirai biru langit. Pintu itu menuju beranda kamarnya. Tempatnya melihat bintang dan menikmati hamparan padang hijau di depan mata. Ya, kamarnya menghadap ke perkebunan teh milik kedua orang tuanya. Tempat ia biasa bermain dan berjalan-jalan menyusuri hamparan teh disekitarnya.
Gadis itu kembali memandang pantulan dirinya, menatap secercah warna biru emerald yang menghiasi matanya. Aku suka biru, biru adalah segalanya dalam diriku, ucapnya dalam hati. Ia tersenyum, dan sosok di cermin besarnya menampilkan seorang putri kecil yang manis dengan kedua lesung pipi. Kemudian ia beralih menatap ke sebuah foto yang dibingkai dengan kayu yang berwarna putih. Foto itu menampilkan ketiga sosok dan beberapa warna biru di belakangnya. Itu laut, laut biru jernih yang ia sukai. Laki-laki berambut dan bermata hitam itu sedang tersenyum sambil menggendong seorang anak kecil di bahunya. Gadis kecil itu sedang tertawa, memamerkan gigi-gigi mungilnya yang baru tumbuh. Di sampingnya terlihat seorang wanita rupawan dengan rambut hitam panjang yang membingkai wajahnya. Matanya yang biru jernih dan kulitnya yang putih bersih bisa membuat semua laki-laki terpesona. Dia juga tersenyum sambil membelai sebuah tangan mungil gadis kecil yang tengah digendong suaminya. Mereka terlihat begitu bahagia.

Tok! Tok! Tok!

Ada yang mengetuk pintunya. Dengan segera, ia berlari-lari kecil menuju pintu kayu di sudut ruangan, dekat dengan meja kecil di samping tempat tidur. Dengan perlahan ia membuka pintu dan tersenyum melihat sosok dihadapannya.

"Belum tidur?" tanya sosok itu.

"Tentu saja belum, kalau tidak aku siapa?" jawab si gadis kecil dengan sebuah cengiran lebar di wajahnya.

Wanita itu tertawa kecil kemudian menggendong gadis kecilnya. "Ibu!!" pekiknya kaget. Namun, sang ibu tetap terkekeh dan berjalan menuju tempat tidurnya. "Waktunya tiduuuuur," ucapnya lembut. Sang ibu menurunkan gadis kecilnya ke tempat yang empuk, dipenuhi dengan boneka-boneka kesayangan si gadis dan tentu saja warna biru. Gadis itu menurut, bersiap-siap bergulat dengan selimutnya yang hangat. Namun, ada sesuatu yang mengganjal hatinya.

"Ibu," panggilnya.

"Ya? Ada apa, sayang?" jawab wanita itu lembut. Sosok yang dipanggil ibu itu tersenyum dan mendekat kepada putri kecilnya.

"Nyanyikan aku satu lagu," pinta si gadis kecil.

"Tapi ini sudah larut, sayang. Kau harus segera tidur kalau tidak kau akan terlambat besok," jawab sang ibu.

"Ayolah, Bu. Hanya satuuuuuu lagu. Satu saja, yah?" Gadis itu menampilkan senyum terbaiknya dan menatap ibunya dengan penuh harap.

"Hmmm, bagaimana ya?" kata sang ibu, tersenyum kecil menggoda putrinya.

Gadis itu buru-buru memeluk ibunya. "Ibu mau kan? Ibu cantik deh!" uapnya sambil mengedipkan sebelah mata.

Wanita itu tertawa merdu. Menampilkan keceriaan tulus dari hatinya. "Oke, monster kecil. Tapi sesudah itu kau harus segera tidur," ucapnya sambil mencolek hidung mungil didepannya.

"Siap, Bos!!" Gadis itu tersenyum lebar dan mengangkat sebelah tangannya untuk hormat. "Lagipula aku tak mungkin masih bangun setelah mendengar nyanyian merdu ibu," ucapnya lagi sambil tersenyum lebar.

"Wah, waah. Monster kecilku sudah pandai merayu. Belajar dari mana sih?" goda sang ibu.

"Tentu saja dari ibu!" Keduanya tertawa bersamaan.

"Ibu jadi ingat, dulu nenek juga sering menyanyikan lagu sebelum tidur untuk ibu."

"Benarkah?" tanya si gadis kecil bersemangat. Mata biru emerald-nya berbinar-binar cerah.

"Ya, ibu sangat menyukai suaranya," jawab sang ibu sambil tersenyum lembut. "Baiklah, ayo berbaring. Ibu akan memulai ritual kecil ini." Gadis kecil itu tertawa lalu menuruti kata-kata ibunya untuk berbaring. Mata biru-nya memandang mata biru lainnya yang ada dihadapannya.

Lalu sang ibu tersenyum lagi dan mulai bernyanyi dengan suara lembutnya. "Mentari tlah pergi, gelap hadir. Hari pun tlah usai pergilah ke alam mimpi.

Pejamkan matamu oh malaikat kecilku
Jangan menangis lagi, ku kan slalu disini
Ku berjanji menjagamu sepanjang tidurmu
Tidurlah, oh tidurlah, sayang.

Kau datang ke dunia dari surga
Aura senyummu mewarnai hidupku
Pejamkan matamu oh malaikat kecilku
Esok ku kan menunggu, kau bangun dengan senyummu
Ku berjanji menjagamu sepanjang hidupku
Tidurlah, oh tidurlah, sayang.

Tidurlah, oh tidurlah, sayang," Sang ibu menatap lembut putrinya yang tengah tersenyum dalam tidurnya. Mengusap kening kecil itu, lalu menciumnya. "Selamat tidur putri kecil," bisiknya sambil tersenyum. Ia mengusap air matanya sejenak kemudian berjalan menuju pintu, mematikan lampu dan menutup pintu itu.

***
6 tahun berlalu...

"Ibu, ibu," desahnya lirih. "Ibu... IBU!!!"

Ia terbangun. Jantungnya bergemuruh tak karuan, dadanya sakit tak terkira. Ingin rasanya jiwanya mati agar ia tak bisa merasakan sakit yang luar biasa seperti ini. Keringat membasahi tubuhnya, membuatnya pusing. Tak lama kemudian ia mulai tenang. Kembali terdiam di kamarnya. Sejenak memandang keluar jendela kamarnya yang terbuka. Tirai-tirai tertiup angin. Langit masih gelap, tidak memberikan tanda-tanda mentari akan bangun.

Masih tengah malam, pikirnya.

Gadis itu beranjak dari tempat tidur. Ia tak peduli bajunya basah terkena keringat. Ia berjalan menuju jendelanya yang terbuka dan menatap langit. Tak ada satupun bintang yang terlihat malam itu. Itu membuat hatinya semakin hancur. Tak ada yang menemaninya. Luka lamanya semakin terbuka.

"Ibu, kenapa ibu tinggalkan aku?" ucapnya lirih. "Aku tak pernah berbuat nakal kepada siapapun, tapi kenapa ibu tetap pergi?" tanyanya lagi. Mata biru-nya berkaca-kaca.

"Aku butuh ibu disini." Air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku butuh ibu." Dia pun menangis dalam gelap malam.


-TBC-

This entry was posted on 23.42 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar